Sunday, November 9, 2014

Cinta dan Doa

Saat otakku tak sibuk, kadang aku mengajak angan kembali ke setahun lalu. Seandainya kamu tidak menyakitiku sedemikian rupa, menghancurkan hati dan rasa hingga tak bersisa, mungkin sekarang kita masih bisa duduk bersama, bicara dan tertawa atas canda, meski bukan sebagai pasangan. Tapi mungkin juga tidak.

Aku mencintaimu saat itu, dan masih terasa hingga kini, jika tidak tak mungkin aku masih merindukan pelukanmu. Jika bukan karena cinta yang masih terasa, tak mungkin aku masih menitikkan air mata saat mengingatmu. Tapi aku tidak lagi menginginkanmu, aku sudah melepaskanmu dengan cita-cita bahagiamu tanpa aku. Doaku menyertaimu selalu. Aku selalu berharap Tuhan menganugerahimu dengan mengabulkan segala doamu. Bukankah kerinduan sejati adalah ketika dalam diam kita menyebut namanya dalam doa?

Tak henti aku mencaci diri sendiri. Menuding kebodohan karena tak mampu jadi perempuan yang kamu harapkan. Hingga kini, masih ada kala dimana aku harus bersembunyi di balik tawa, menahan air mata yang memaksa keluar saat aku mengingatmu. Lebih sulit melepaskan diri dari jerat rasa bersalah daripada merelakan kamu pergi. Aku tahu tak mudah menyembuhkan luka sedalam ini. Aku tahu dalam perjalanannya akan ada aral yang harus aku lewati. Keyakinan bahwa Tuhan tidak buta dan mendengar semua permohonan, selalu berhasil membuatku bertahan.

Cinta memang misteri yang sulit terpecahkan. Ada yang bilang seharusnya cinta itu sederhana. Kenyataannya lebih banyak yang terjerat dalam rumitnya dan akhirnya terjebak dalam luka akibat rasa yang tak tersampaikan, atau janji yang tak terbukti.

Aku tidak dendam. Aku terlalu mencintai untuk bisa membenci. Sesungguhnya aku sudah memaafkan. Tapi aku kesulitan mengembalikan kepercayaan, bahkan untuk menjadi teman. Aku pun berharap bisa bertemu muka denganmu tanpa canggung, bertukar senyum tanpa takut, saling bicara tanpa menyimpan kenangan, tapi untuk dua orang yang pernah menjalin rasa selama 10 tahun, lalu harus berhenti karena tersakiti, hal-hal tadi rasanya masih jauh dari bisa diwujudkan.

Aku berharap pada diri sendiri, semoga setelah tahun berganti, masa berlalu, saat luka ini telah reda sakitnya, saat bekasnya telah menipis dan memudar, kita bisa bertemu lagi dalam suasana berbeda. Semoga saat itu aku telah berhasil melepas rasa bersalah dan kamu sudah meraih cita-cita yang kamu idamkan. Begitulah, kini cintaku menjelma jadi doa.   


*iringan alunan lagu Jejak Langkah dari Glenn Fredly dan Tohpati menambah dalam emosi yang terasa, saat menuliskan setiap kata di tulisan ini.