Mengapa pernikahan dan keluarga yang saya jadikan contoh, di
atas? Karena saya tergelitik oleh sebuah artikel atau blog post seorang perempuan yang menyatakan sikapnya, bahwa dia
tidak mau punya anak, yang banyak beredar di media sosial, terutama Facebook.
Saya sendiri tidak mau memberikan penilaian apa-apa, karena saya percaya hidup
memang adalah pilihan. Lebih tepatnya, rentetan pilihan dengan tanggung jawab
yang mengikuti setelahnya.
Kembali ke soal keluarga, pernikahan dan anak. Pertanyaan
yang sampai saat ini masih datang pada saya, setelah perceraian dan mantan
suami saya menikah lagi, adalah, “Nissa mau nikah lagi, gak?”. Biasanya saya menanggapi dengan jawaban, “Kalau memang masih
ada jodohnya, saya tidak bisa menolak, kan? Tapi kalau pun memang harus hidup
sendirian, saya juga siap.” Dalam perkara ini, saya tidak memilih mau menikah
lagi atau tidak, saya memilih untuk menyiapkan diri apapun kemungkinan yang
terjadi di depan.
Pertanyaan lain yang kemudian ditanyakan adalah, “Cari suami
lagilah, emang kamu gak pengen punya anak?”. Membangun
keluarga adalah cita-cita buat saya. Sebuah warisan yang ingin saya tinggalkan,
jika nanti tiba waktunya saya dipanggil oleh Maha Pencipta. Tapi membangun
keluarga, buat saya, tidak lagi erat hubungannya dengan punya suami atau tidak.
Untuk saya, kalau memang tidak ada jodohnya lagi, bukan berarti saya tidak bisa
membangun keluarga lagi. Saya bisa membesarkan anak-anak yang kurang beruntung
bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan dibesarkan di dalam lingkungan
yang baik, bukan begitu? Menjadi seorang ibu kan tidak selalu berarti harus melahirkan, justru tanggung jawab
setelahnyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan.
Membesarkan anak adalah the
ultimate dream untuk saya. Mulai dari hal-hal kecil seperti menyanyikan
lagu nina bobo atau membacakan cerita pengantar tidur, hingga memilih sekolah
yang baik dan mengajarkan mereka nilai-nilai kehidupan, adalah tantangan yang
di satu sisi membuat takut, namun di sisi lain membuat hati tergetar. Apapun
yang saya lakukan sekarang memang adalah untuk mempersiapkan hidup saya ke
depan, termasuk di dalamnya suatu saat nanti saya ingin membesarkan anak, anak
siapapun itu.
Saya tidak akan mencemooh mereka yang memilih untuk enggan
mengemban tanggung jawab maha berat sebagai seorang ibu, pun tidak lantas
mengagungkan mereka yang dengan senang hati menjadi ibu. Keduanya punya cerita
dan latar belakang masing-masing yang mungkin kita tidak bisa lihat. Bukankah
semua orang punya perjuangan mereka masing-masing? Tidak ada satu pun dari kita
yang berhak menghakimi orang lain, apa lagi kalau kita tidak tahu apa-apa
tentang mereka.
Punya anak atau tidak, setiap manusia pasti punya tujuan
hidupnya sendiri-sendiri dan setiap tujuan pun ada jalannya masing-masing. Selama
tidak merugikan dan menyakiti orang lain, pun dijalani dengan penuh tanggung
jawab atas segala konsekuensi, menurut saya, pilihan apapun sah-sah saja.
Urusan dengan agama dan Tuhan, saya tidak bisa ikut-ikutan, karena itu hubungan
personal seseorang dengan penciptanya.