Sulit memang meyakinkan diri bahwa seringkali bahagia itu sesungguhnya ada dalam hal-hal yang sederhana, sesederhana melihat wajah lucu seorang anak, walaupun bukan anak kita sendiri juga. Sesederhana melihat dan mendengar seorang sahabat mengucap ijab di sebuah akad pernikahan, yang mana bukan pernikahan kita juga. Sebenarnya jika kita tilik ulang setiap perjalanan yang sudah terlewatkan, bahagia itu selalu ada di sana.
Hari ini saya bertemu kawan lama, berusia 30 tahun tapi belum menikah juga, berpacaran pun belum pernah seumur hidupnya. Apakah dia tidak bahagia? Tidak juga. Sebagian dirinya memang sulit menerima pertanyaan-pertanyaan basa-basi orang Indonesia yang seringkali inconsiderate, "Mana pacarnya?" atau "Kapan nikah?". Tapi dia pun tidak memungkiri bahwa dia bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal lain, selain pernikahan.
Ada yang bilang, kunci kebahagiaan adalah menurunkan level pengharapan. Teorinya, sedikit berharap artinya sedikit kecewa, sedikit kecewa artinya sedikit sedih, sedikit sedih artinya lebih banyak bahagia. Hmmm, tidak salah sih tapi tidak sematematis itu juga ya, sepertinya.
Untuk saya pribadi, kunci kebahagiaan itu tidak ada. Kalau ada dan ada yang bisa memberi tahu, sudah pasti semua manusia di muka bumi ini akan bahagia selamanya. Pada kenyataannya, tidak. Menurut saya, manusia dilahirkan bukan untuk bahagia, bukan untuk menderita juga. Manusia lahir untuk berusaha, ikhtiar sekaligus belajar. Suka atau duka itu efek samping dari ikhtiar dan belajar tadi.
Kalau ikhtiar berhasil ya bahagia toh, kalau gagal ya sedih sebentar, jadikan pelajaran, lalu ikhtiar lagi, belajar lagi. Terus begitu siklusnya, tidak akan berhenti sampai kita mati. Itu sebabnya, rasanya terlalu naif menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan, karena dijadikan tujuan atau tidak, bahagia itu sudah pasti ada, kok. Sama pastinya dengan keberadaan lawan katanya, duka. Kadang-kadang kitanya yang tidak percaya atau salah mengartikan bahwa meraih bahagia itu sama dengan terhindar dari duka dan luka. Bahagia sesempurna itu mustahil di dunia, kalau mau ya, nanti di surga.
Meminjam kata-kata Seth Godin, dalam bukunya The Icarus Deception, kalau hidup ini adalah sebuah video game, tujuannya bukanlah untuk menang, melainkan untuk terus bermain, "The goal is to keep playing, not to win." Pasalnya, di setiap stage permainan, pasti ada kala kita menang, ada masa kita kalah juga, yang menentukan adalah kita, mau berhenti atau lanjut bermain. Kalau lanjut bermain, kita lanjutkan jalani hidup, ikhtiar dan belajar. Kalau berhenti bermain ya berarti mati. Tidak serumit itu kan, ternyata?
No comments:
Post a Comment