Saturday, August 15, 2015

Hati Hari Ini

"Kamu bukan yang aku mau. Kamu adalah kesalahan yang seharusnya tidak aku buat, tiga tahun lalu," katamu penuh amarah dan ekspresi jijik yang tersirat.

Aku diam. Tak berbicara apa-apa, pun menitikkan air mata. Aku mendengar hatimu, bukan kata-katamu. Aku merasakan perihmu, bukan amarahku. Aku melihat jiwamu, bukan tudingan jari telunjukmu, di wajahku.

Aku tahu, malam itu, saat kata-kata itu keluar dari mulutmu, kamu tengah bertarung melawan ego dan gengsi semu yang meliputi hati dan pikiranmu. Itu sebabnya aku memilih memandang lurus ke dalam matamu, bukan menyerangmu, meski tanganku bergetar menahan keinginan untuk menampar.

Kamu. Laki-laki yang aku perjuangkan sepenuh hatiku, bertahun-tahun lalu. Laki-laki yang mempersembahkan janjinya untuk menjadikanku sebelah sayap untuk terbang ke surga bersama-sama. Laki-laki yang sukses menyentuh hatiku dan mengajarkan arti kelembutan dan kepekaan rasa. Laki-laki yang kubiarkan masuk dalam wilayah terdalam dan menduduki tempat teristimewa. Laki-laki yang meminangku dengan sejuta asa di matanya.

Malam itu. Kamu seolah beralih rupa, menjadi laki-laki yang penuh benci. Laki-laki yang satu-satunya keinginannya adalah pergi. Laki-laki yang mengingkari semua janji. Laki-laki yang sepenuh akal dan hati berniat menyakiti. Laki-laki yang tak lagi kenal bahasa hati. Laki-laki yang akhirnya membunuhku dengan bisa yang tak terperi. Laki-laki yang tak malu mengkhianati.

"Kamu bukan istri yang memenuhi harapanku. Kamu membuat aku bimbang harus memilih di antara dua, kamu atau dia," ujarmu gamblang mengungkap cinta untuk lain wanita.

Saat itu. Aku tak mendengar ucapmu, aku mencoba selami pikir dan rasa. Aku tak memandang wajahmu, aku mencoba mengintip jiwa lewat dua bola mata. Hingga aku tersadar, kamu sudah tak ada. Kamu yang aku cinta sudah menguap entah kemana. Hati dan jiwa itu, bukan lagi hati dan jiwa yang mengucap sumpah di hadapan Tuhan, untuk membangun mimpi dan kebahagiaan. Bola mata itu, bukan lagi bola mata yang mengantarkan senyuman. Kamu sudah bukan laki-laki itu lagi.

"Dia berhasil membuatmu jadi ksatria yang rela memperjuangkan apa saja demi mempersunting dirinya. Dia menyiramimu dengan bahagia yang selalu kamu damba dan puja. Dia membuatmu bangga. Saat kamu harus memilih antara aku atau dia, artinya kamu harus memilih dia, karena aku bukan pilihan, aku adalah kepastian yang tidak kamu inginkan. Pergilah padanya, tak usah cemas, aku sudah memaafkan," ujarku, saat akhirnya aku bisa melafal kata, setelah sekian lama bibir kelu karena mati rasa. Maka malam itu, adalah malam terakhir aku mengharapkanmu. Malam terakhir aku menahanmu dan mencoba mempertahankan cintaku.

Hari ini, 14 bulan setelah malam itu. Aku mendapati kamu telah memenangkan apa yang kamu inginkan. Mempersunting sang wanita idaman yang menjanjikan harapan kebahagiaan, hingga akhir zaman. Awalnya aku pikir aku akan kembali terluka mengetahuinya, ternyata tidak. Aku turut tersenyum bahagia melihat fotomu bersanding dengannya di pelaminan. Dalam hening aku mengucap doa, agar kamu dan dia bahagia mengarungi bahtera yang demikian mahal harganya. Sesungguhnya, aku lega, karena jawaban itu tiba juga.

Hari ini, 14 bulan setelah malam itu. Aku tahu bahwa aku sudah jadi lebih dewasa menghadapi dunia. Aku mengerti bahwa kini hati telah bebas dari amarah dan rasa benci, bahwa ini hanya bagian dari hidup yang harus aku jalani. Dan pemahaman ini membuatku lebih berani dan semakin meyakini bahwa aku bisa tempatkan hati dan kepala di udara, dengan dua kaki tetap di bumi.

(Ditulis dengan alunan piano dari lagu Dewa 19, "Cinta Kan Membawamu")

2 comments:

  1. Ketika seseorang berusaha menjauhi hidupmu, biarkanlah. Kepergian dia hanya membuka pintu bagi seseorang yg lebih baik untuk masuk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kiranya dikabulkan doa ini. Amin.

      Terima kasih :)

      Delete