Monday, April 6, 2015

Manusia Biasa

Aku suka ketinggian. Gunung, bukit, gedung pencakar langit, atau tempat tinggi manapun yang memungkinkan aku melihat segalanya lebih luas dan lepas. Aku selalu mencari ketinggian, saat raga sudah tak sanggup menahan rasa, saat benak rasanya mau meledak. Seperti malam ini.

Saat hati penuh, rasanya lidah pun kelu untuk berkeluh. Ingin bercerita, tapi tak tahu pada siapa dan mau berkata apa. Hanya pening yang dirasa. Itu sebabnya aku memilih berada di sini, di puncak gedung 20 lantai, bersama desau angin dan kerlip lampu kota, yang kunikmati sendiri. 

Berada di ketinggian, membuat jarakku dengan langit lebih dekat, hingga kurasa kata-kata batinku akan tersampaikan dengan mudah dan lengkap, meski penat membuat suara tercekat. Saat menengadah dan menatap langit, rasanya aku kerdil dan lemah sekali, hingga tak kuasa lagi bendungan air mata menahani. Pecahlah sudah, terurai air mata, mengantar cerita dalam setiap bulirnya. 

Kadang-kadang kita tak perlu berkata apa-apa, untuk mengungkap luka yang ternyata kita pun tak tahu pasti kapan sembuhnya. Kadang-kadang diam bisa bercerita lebih banyak daripada bicara. Kadang-kadang tanpa aksara pun sajak dapat nyaring bunyinya, melafaskan angkara, duka, kecewa, dan asa yang tak berbalas bertahun lamanya. 

Kita ini manusia biasa, yang bisa jatuh lemah tak berdaya tak peduli seberapapun mahirnya kita berlaku jadi ksatria. Manusia biasa bukan batu karang yang kokoh bergeming meski ombak menderu hingga memasuki tiap pori tubuhnya. Manusia punya jiwa yang ada kalanya perlu terpuruk sesaat, berkalang lumpur, dan merendah serendah-rendahnya, di hadapan-Nya yang punya kekuatan di atas segalanya. Sekadar mengaduh, menitipkan beban, menyampaikan harapan, hingga menguras kantung air mata hingga tak bersisa. 

Di sini, malam ini, aku absen berkata-kata. Aku hanya ingin limpahkan rasa lewat tatap dan bulir air mata. Hingga lega, hingga ruang dalam hati dan kepala kembali tertata, hingga cukup amunisi untuk kembali jadi ksatria. Menghadapi naik turun gelombang, pertukaran susah senang, hingga tiba saatnya lagi lelah menghadang, maka aku akan mencari tempat tinggi lagi, untuk bercerita pada-Mu lagi.

No comments:

Post a Comment