Thursday, January 15, 2015

The Land of the Remembered

What are your choices when someone holds a gun to your head? You do what they say or they shoot you, right? Wrong! You take the gun. You pull out a bigger gun or you call their bluff or you do one of another 146 other things. - Harvey Specter
Saat direnungi, sebenarnya kita seringkali berada dalam kondisi dimana seolah-olah kita berada di bawah ancaman senjata dari seseorang atau sesuatu. Si pemegang senjata bisa orang lain, bisa sebuah keadaan yang tidak kita sukai, bisa juga diri kita sendiri. Siapapun si pemegang senjata itu, seperti apa yang Harvey Specter katakan di quote di atas, kita harus bisa mengambil alih kontrolnya, apapun caranya.

Bukan cuma kondisi menyenangkan yang bisa membuat manusia terlena, kondisi buruk yang membuat jenuh dan stuck pun sesungguhnya bisa melenakan. Membuat kita berkubang dalam kemalasan untuk berbuat sesuatu, karena merasa bahwa keadaan toh tidak akan berubah. Itu juga yang akhir-akhir ini saya rasakan, yang menempatkan saya di bawah ancaman "senjata" yang membuat saya tidak bisa (tidak mau) bergerak. Hingga beberapa hari terakhir saya mencoba berpikir dari sudut pandang berbeda.

Saya mungkin tidak menyukai keadaan dimana saya berada sekarang, tapi saya tahu pasti apa yang saya sukai, diri saya sendiri. Bukan bermaksud menjadi seorang narsistik, hanya menegaskan pada diri sendiri bahwa saya tahu siapa saya. Saya bukan orang yang mudah menyerah, I'm not a good loser and I love that part about me. Setiap ditempatkan pada pilihan antara bertahan atau menyerah, saya selalu memilih opsi pertama. Ada banyak cara yang masih bisa saya coba untuk mengubah sesuatu. Tentunya dengan menyadari porsi dan peta kekuatan saya sendiri. Intinya melakukan apapun in my power.

Saya kembali pada keyakinan bahwa saat kita melakukan apapun dari hati dan dengan usaha terbaik, akan memberikan sesuatu yang baik pula, setidaknya untuk diri saya sendiri. Pun jika saya pada akhirnya memilih untuk berhenti dan pergi, setidaknya saya meninggalkan kesan manis, yang membuat saya (dan orang lain) melihat dan mengingat diri saya sebagai pribadi yang selalu memberikan usaha terbaiknya.

Dalam budaya Mexico, ada yang disebut The Day of the Dead dimana di hari itu, seluruh keluarga berkumpul untuk mengenang dan mendoakan anggota keluarga yang sudah meninggal. Budaya ini kemudian menjadi salah satu bagian penting dalam film berjudul "The Book of Life" yang menceritakan adanya dua dunia untuk mereka yang sudah mati, the land of the remembered yang seindah surga, dan the land of the forgotten yang semenyedihkan neraka. Bagi mereka yang selalu dikenang dan didoakan akan tetap tinggal di the land of the remembered, sedangkan mereka yang terlupakan akan berada di the land of forgotten menunggu waktu jiwa mereka hancur menjadi debu.

Walaupun tidak berdarah Mexico pun mengamini budaya di atas, tapi saya rasa tak satu pun manusia di dunia mau terpuruk di the land of the forgotten. Maka saya melakukan yang terbaik sepanjang saya bisa, bukan untuk menang dan berada di atas, melainkan sesederhana untuk menjadikan diri saya layak berada di the land of the remembered.





No comments:

Post a Comment